25 October 2014

Snapnote : Memilih Aplikasi Pendukung e-Learning

Belajar kapan saja - di mana saja, adalah tagline e-learning yang menarik perhatian saya beberapa tahun ini. Awalnya saya hanya belajar mandiri dari hasil browsing di Google, mempraktekkannya sendiri dan sesekali meminta umpan balik dari teman yang sudah "ahli". Bergabung di suatu komunitas blogger, sangat membantu percepatan saya menjadi e-learner. Karena disana, bergabung juga teman-teman yang sudah piawai mengoperasikan internet dengan segala isinya itu.

Perkembangan selanjutnya adalah saya tertarik untuk mencoba membuat e-learning sendiri. Keterbatasan saat ini, adalah saya belum bisa mendesain website sendiri, terutama website yang interaktif. Tentu sangat lama jika harus belajar bahasa pemograman komputer (coding) terlebih dahulu. Maka saya pun mulai mencari, adakah aplikasi lengkap untuk menyelenggarakan e-learning dan jika tersedia gratis, maka itu lebih baik, heheh.

Jadilah saya menemukan beberapa platform atau aplikasi e-learning dan mencoba mengotak-atiknya sendiri, mencari artikel review tentang mereka yang sudah mempraktekkannya baik dari Indonesia maupun luar negeri, mengontak support team nya melalui twitter dan bertanya ini itu. 

Hasil review singkat saya untuk memilih aplikasi e-learning sesuai kebutuhan, adalah sebagai berikut. 

1. EDMODO (www.edmodo.com)
    Di Edmodo, fitur untuk LMS (learning management system) cukup lengkap. Kekurangannya untuk POSTING NOTE, kita tidak bisa memasukkan video secara langsung (embed). Melainkan hanya memasukkannya sebagai link untuk diunduh oleh pembaca NOTE kita itu. Di Edmodo juga tidak bisa chat online langsung, melainkan hanya saling memberikan komentar dibawah NOTE. 

2. SCHOOLOGY (www.schoology.com)
    Schoology hampir sama dengan Edmodo, Tampilannya bersih dan rapi seperti Edmodo.  Namun kelebihannya pada saat memposting video di NOTE, kita bisa langsung memasukkan videonya (embed). Sehingga bagi pembaca NOTE kita, bisa langsung memutar videonya di Schoology dan memberikan komentar di bawah postingan. Sayangnya dsini juga tidak bisa chat online.

3. Course Networking (www.thecn.com)
    Ini adalah aplikasi e-learning yang pertama kali saya ketahui. Di CN ini, ada fitur LMS lengkap, bisa embed video langsung, ada chat online dan ada anar seeds (poin mengukur keaktifan di CN). Fitur inilah yang paing cocok jika ingin menyelenggarakan pembelajaran kolaboratif secara online. Di awal membuka CN ini, saya kurang sreg dengan tampilan Timeline yang bebas atau umum seperti di facebook, tidak disortir khusus untuk edukasi. Ternyata setelah beberapa bulan kemudian, saya lihat tadi sudah ada menu untuk memilih postingan yang ingin ditampilkan di Timeline kita. Dan juga adanya tambahan fitur Global Classmate, fitur ini ternyata menjadi jawaban "keluhan" yang saya sampaikan di Inbox facebook page mereka, "bahwa bagaiman caranya murid di "kelas" saya di CN bisa "ngobrol" dengan murid-murid di negara lain?".

Untuk keperluan terakhir, saya akhirnya memilih CN untuk diterapkan dalam penelitian thesis saya nanti karena mengusung tema belajar kolaboratif secara online. 

Dari perjalanan saya mencari aplikasi e-learning yang tepat, saya mendapat kesimpulan bahwa tidak ada platform/aplikasi yang sempurna. Kita bisa memilih sesuai dengan kebutuhan. Jika hanya ingin menyampaikan materi belajar secara online, untuk bisa diunduh oleh murid dan mendapatkan respon mereka, kita bisa memilih Edmodo atau Schoology. sedangkan Jika kita ingin ada rekam jejak atas keaktifan murid kita, maka Course Networking adalah alat yang lebih sesuai.

Selain itu, e-learning adalah proses yang sangat dinamis. Setiap provider platform/aplikasi, pasti berusaha memperbaiki terus kinerja produk mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan para penggunanya. Komunikasi melalui social media, adalah cara efektif untuk mengetahui hal tersebut.

Semoga catatan singkat ini bermanfaat.

-----------------------------------------------------------------------------
Salam e-learning,

Heni PR
http://heniprasetyorini.blogspot.com

12 October 2014

MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TAKTIL

Dalam proses pembelajaran, penggunaan media dan metode harus bisa mengakomodasi adanya perbedaan gaya belajar. Baik gaya belajar pembelajar (guru) maupun pebelajar (murid). Gaya belajar secara umum dibagi menjadi tiga besar, yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik (taktil). Gaya belajar visual diakomodasi oleh gambar, table dan segala hal yang diterima oleh indera penglihatan. Gaya belajar audiotorial mengakomodasi kebutuhan indera pendengaran, jadi belajar dengan bernyanyi, adanya music dan dengan mendengarkan materi pelajaran. Untuk gaya belajar kinestetik, pebelajar lebih suka menggunakan gerakan motoric kasar tubuhnya untuk memerankan atau memeragakan materi yang sedang dipelajari. Dalam gaya belajar kinestetik ini dimasukkan juga unsur lain yaitu gaya belajar taktil.
Taktil berasal dari kata tactile, yang artinya sentuhan atau raba, segala sesuatu yang berkaitan dengan indera peraba. Indera peraba manusia adalah kulit. Kulit ada di seluruh tubuh manusia. Namun dalam pengertian gaya belajar taktil, indera peraba yang dimaksud adalah tangan atau kaki. Karena gaya belajar taktil mengakomodasi gerak motoric halus manusia. Pebelajar dengan gaya belajar taktil lebih suka belajar dengan menggunakan alat geraknya (tangan atau kaki) dan membuat sesuatu dari alat gerak tersebut.
Pebelajar bergaya taktil, bisa mengingat hal lebih baik jika mereka menggunakan kemampuan motoric halusnya untuk membuat atau mengendalikan bahan pelajaran yang baru sedang dipelajari atau pekerjaan yang sulit. Mereka biasanya menulis atau mencatat sambil mendengarkan ceramah pelajaran. Mereka bisa berkonsentrasi lebih baik ketika bisa membuat secara manual atau membuat sendiri materi pembelajaran dalam bentuk nyata. Misalnya mereka membuat kartu indeks belajar dengan tulisan dan gaya tulisannya sendiri, agar lebih mudah mengingat nama-nama asam amino. Mereka membuat kartu belajar itu dari kertas warna-warni, yang dipotong memanjang kecil, dan dilipat-lipat.
Untuk keberhasilan proses pembelajaran, harus bisa mengakomodasi semua bentuk gaya belajar yang berbeda semaksimal mungkin. Termasuk gaya belajar taktil. Untuk itu perlu digunakan media pembelajaran berbasis taktil. Karakteristik media berbasis taktil antara lain  bisa disentuh atau digunakan oleh pebelajar, menyerupai format asli dari materi belajar, bisa digunakan berulang-ulang dan memberikan kebebasan pebelajar untuk membuat sendiri materi belajarnya.
Contoh media berbasis taktil adalah nampan berisi pasir yang bisa disentuh oleh anak yang belajar menuliskan huruf. Dengan alat itu, anak bisa menyentuhkan jarinya ke pasir, membuat bentuk-bentuk huruf yang dikehendakinya. Menghapus huruf dengan mudah di pasir, lalu membuat huruf yang lain. Contoh lain yang biasa digunakan oleh pebelajar berbasis taktil adalah kartu baca, kartu indeks, ipad atau android berlayar sentuh, puzzle, tempelan magnetic, model dan replica, plastisin atau clay, keyboard dan mouse computer, poster bertekstur. Scrapbook, handycrat atau kerajinan tangan.
Media sumber belajar adalah alat bantu yang berguna dalam kegiatan belajar mengajar. Kesulitan anak didik memehami konsep dan prinsip-prinsip tertentu dapat diatasi dengan bantuan alat bantu. Bahkan alat bantu diakui dapat melahirkan umpan balik yang baik dari anak didik. Pengembangan variasi pengajaran salah satunya adalah memanfaatkan variasi alat bantu, dalam hal ini variasi media pandang, variasi media dengar, maupun variasi media taktil. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan dan memelihara perhatian anak didik terhadap relevensi KBM, memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah, dan mendorong anak didik untuk belajar.
Tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standart keberhasilan yang terpatri di dalam suatu tujuan. Dalam mengajar, sering ditemukan mengkombinasikan beberapa macam metode. Penggabungan metode ini dimaksudkan untuk menggairahkan belajar anak didik. Dengan bergairahnya belajar, maka anak didik tidak akan merasa sukar dalam mencapai tujuan pengajaran.

Oleh karena itu muncul adanya metode pembelajaran multisensory. Yaitu cara pembelajaran yang menggunakan berbagai media dalam satu sesi pembelajaran, yaitu media berbasis visual, auditorial, kinestetik dan taktil. Ahli pendidikan Montessori, sudah menerapkan media multisensory ini untuk pembelajaran anak-anak usia dini. Cara ini dinilai efektif dan bisa memberikan pemahaman lebih bermakna bagi pebelajar. Pada umumnya cara multisensory diterapkan pada pebelajar usia rendah. Untuk usia tinggi atau dewasa, penggunaan multisensory mulai berkurang. Karena daya abstraksi usia dewasa sudah berkembang lebih tinggi, sesuai yang digambarkan dalam kerucut Dale (Dale’s cone experience).