Dalam proses pembelajaran, penggunaan
media dan metode harus bisa mengakomodasi adanya perbedaan gaya belajar. Baik
gaya belajar pembelajar (guru) maupun pebelajar (murid). Gaya belajar secara
umum dibagi menjadi tiga besar, yaitu gaya belajar visual, auditorial dan
kinestetik (taktil). Gaya belajar visual diakomodasi oleh gambar, table dan
segala hal yang diterima oleh indera penglihatan. Gaya belajar audiotorial
mengakomodasi kebutuhan indera pendengaran, jadi belajar dengan bernyanyi,
adanya music dan dengan mendengarkan materi pelajaran. Untuk gaya belajar
kinestetik, pebelajar lebih suka menggunakan gerakan motoric kasar tubuhnya
untuk memerankan atau memeragakan materi yang sedang dipelajari. Dalam gaya
belajar kinestetik ini dimasukkan juga unsur lain yaitu gaya belajar taktil.
Taktil berasal dari kata tactile,
yang artinya sentuhan atau raba, segala sesuatu yang berkaitan dengan indera
peraba. Indera peraba manusia adalah kulit. Kulit ada di seluruh tubuh manusia.
Namun dalam pengertian gaya belajar taktil, indera peraba yang dimaksud adalah
tangan atau kaki. Karena gaya belajar taktil mengakomodasi gerak motoric halus
manusia. Pebelajar dengan gaya belajar taktil lebih suka belajar dengan
menggunakan alat geraknya (tangan atau kaki) dan membuat sesuatu dari alat
gerak tersebut.
Pebelajar bergaya taktil, bisa
mengingat hal lebih baik jika mereka menggunakan kemampuan motoric halusnya
untuk membuat atau mengendalikan bahan pelajaran yang baru sedang dipelajari
atau pekerjaan yang sulit. Mereka biasanya menulis atau mencatat sambil
mendengarkan ceramah pelajaran. Mereka bisa berkonsentrasi lebih baik ketika
bisa membuat secara manual atau membuat sendiri materi pembelajaran dalam bentuk
nyata. Misalnya mereka membuat kartu indeks belajar dengan tulisan dan gaya
tulisannya sendiri, agar lebih mudah mengingat nama-nama asam amino. Mereka
membuat kartu belajar itu dari kertas warna-warni, yang dipotong memanjang
kecil, dan dilipat-lipat.
Untuk keberhasilan proses
pembelajaran, harus bisa mengakomodasi semua bentuk gaya belajar yang berbeda
semaksimal mungkin. Termasuk gaya belajar taktil. Untuk itu perlu digunakan
media pembelajaran berbasis taktil. Karakteristik media berbasis taktil antara
lain bisa disentuh atau digunakan oleh
pebelajar, menyerupai format asli dari materi belajar, bisa digunakan
berulang-ulang dan memberikan kebebasan pebelajar untuk membuat sendiri materi
belajarnya.
Contoh media berbasis taktil adalah
nampan berisi pasir yang bisa disentuh oleh anak yang belajar menuliskan huruf.
Dengan alat itu, anak bisa menyentuhkan jarinya ke pasir, membuat bentuk-bentuk
huruf yang dikehendakinya. Menghapus huruf dengan mudah di pasir, lalu membuat
huruf yang lain. Contoh lain yang biasa digunakan oleh pebelajar berbasis
taktil adalah kartu baca, kartu indeks, ipad atau android berlayar sentuh,
puzzle, tempelan magnetic, model dan replica, plastisin atau clay, keyboard dan
mouse computer, poster bertekstur. Scrapbook, handycrat atau kerajinan tangan.
Media sumber belajar adalah alat
bantu yang berguna dalam kegiatan belajar mengajar. Kesulitan anak didik
memehami konsep dan prinsip-prinsip tertentu dapat diatasi dengan bantuan alat bantu.
Bahkan alat bantu diakui dapat melahirkan umpan balik yang baik dari anak
didik. Pengembangan variasi pengajaran salah satunya adalah memanfaatkan
variasi alat bantu, dalam hal ini variasi media pandang, variasi media dengar,
maupun variasi media taktil. Tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan dan
memelihara perhatian anak didik terhadap relevensi KBM, memberikan kesempatan
kemungkinan berfungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru dan
sekolah, dan mendorong anak didik untuk belajar.
Tujuan pembelajaran akan dapat
tercapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standart
keberhasilan yang terpatri di dalam suatu tujuan. Dalam mengajar, sering
ditemukan mengkombinasikan beberapa macam metode. Penggabungan metode ini
dimaksudkan untuk menggairahkan belajar anak didik. Dengan bergairahnya
belajar, maka anak didik tidak akan merasa sukar dalam mencapai tujuan
pengajaran.
Oleh karena itu muncul adanya metode
pembelajaran multisensory. Yaitu cara pembelajaran yang menggunakan berbagai
media dalam satu sesi pembelajaran, yaitu media berbasis visual, auditorial,
kinestetik dan taktil. Ahli pendidikan Montessori, sudah menerapkan media
multisensory ini untuk pembelajaran anak-anak usia dini. Cara ini dinilai
efektif dan bisa memberikan pemahaman lebih bermakna bagi pebelajar. Pada
umumnya cara multisensory diterapkan pada pebelajar usia rendah. Untuk usia
tinggi atau dewasa, penggunaan multisensory mulai berkurang. Karena daya
abstraksi usia dewasa sudah berkembang lebih tinggi, sesuai yang digambarkan
dalam kerucut Dale (Dale’s cone experience).
halo mbak.. terkait artikel diatas.. literatur tentang taktil, ada atau tidak mbak??
ReplyDeletekalau mbak punya/tahu, saya minta tolong beritahu saya ya mbak.. terimakasih sebelumnya mbak heni..