Transitioning an independent learning model to
an on-line environment
Matthew Mitchell† and Samar Zutshi
Swinburne University of Technology
The Journal of the Education Research Group of Adelaide
ISSN 1835-6850 Volume 2, Number 3, February 2012
Oleh : Heni Prasetyorini
Sumber : http://www.adelaide.edu.au/herga/ergo/0203/ergo_v2n3_p33-39.pdf
[diakses tanggal 10 Oktober 2013]
Review Jurnal :
Penelitian dalan jurnal ini tentang transisi atau pengalihan suatu model pembelajaran mandiri ke dalam lingkungan online [jarak jauh]. Di lingkungan kampus, sudah ada model pembelajaran mandiri oleh para mahasiswanya. Setelah mengikuti kelas regular yaitu berinteraksinya dosen [pengajar/mentor] dengan mahasiswa, maka sudah ada system yang menghendaki para mahasiswa untuk belajar mandiri. Belajar mandiri ini tidak selalu harus dilakukan secara individu, tetapi sudah dibiasakan untuk bekerja secara kelompok.
Kendala yang selama ini terjadi pada sistim belajar kelompok adalah adanya konflik jika salah satu anggota kelompok tidak bisa dating pada acara diskusi atau pengerjaan proyek. Hal ini menyebabkan tertundanya penyelesaian tugas. Selain itu juga kurang bagusnya manajemen waktu antar mahasiswa sebagai individu ataupun sebagai kelompok. Serta kurang aktifnya peran mahasiswa dalam proses pembelajaran baik di kelas berhadapan dengan dosen, atau di hadapan temannya sendiri.
Untuk mengatasi hal ini, dicobalah mengalihkan sistim belajar kelompok di luar kelas/luar kampus itu ke sebuah sistim online. Dengan dasar bahwa melalui sistim online akan terjadi efektivitas waktu, meingkatkan motivasi keaktifan mahasiswa dan mengasah kemampuan manajemen mahasiswa bekerja sebagai individu dan terutama bekerja sebagai kelompok. Seperti halnya elemen pedagogi yang harus dikuasai mahasiswa yaitu bisa mengatur dirinya sendiri, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Konsep utama lingkungan online untuk mahasiswa ini adalah mereka harus bekerja dalam kelompok kecil, mengerjakan sebuah tugas bersama dan secara rutin melaporkan perkembangan hasil pekerjaan kelompok kepada mentor untuk mendapatkan umpan balik. Pertemuan para mahasiswa tidak dilakukan secara langsung, tetapi melalui kombinasi struktur synchronous meeting [pertemuan online sinkron seperti chat dan video telekonferensi] dan asynchronous.
Beda antara synchronous meeting dan asynchronous meeting digambarkan sebagai berikut :
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw_n8vBfwiiTbNHvFGZiAap_DBVZ4IzS0Or1g8O9yA3XXbe6-y19J_r5EIx2jJYyDffWYW9wWV_bshVOnT0HBtkPbAsvOts6-QBxPj0pwqjKALBSMQFFEFLodShfuCK0H8oJjO97clcYQp/s1600/SynchronousMediatedorUnmediated.jpg)
Intinya, untuk pertemuan synchronous, antar mahasiswa harus online secara serentak dalam satu waktu untuk membahas suatu tugas kelompok. Dan ini tidak dilakukan bersama di dalam kelas, melainkan ketika mereka sudah keluar kampus dan melakukan kegiatan mereka lainnya. Metode ini dilakukan untuk melihat sejauh mana mahasiswa bisa mengatur waktunya dengan baik, sehingga bisa secara bersamaan online dan berdiskusi dengan kelompoknya. Pertemuan online itu kemudian direkam.
Agar
pengamatan berjalan mudah, anggota tiap kelompok dibatasi sampai enam orang.
Kelompok mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dosen.
Jadi mahasiswa tidak dibiarkan memilih sendiri topic tugas yang diberikan. Hal
ini untuk mengefektifkan waktu, karena di masa pembelajaran di kampus sebelumnya,
mahasiswa sering menunda pengerjaan tugas karena masih bingung memilih topic
yang akan dikerjakan. Dan mereka menundanya sampai batas waktu pengumpulan
tugas [deadline].
Hasil pengamatan
pengalihan proses pembelajaran mandiri ke sistim online ini adalah mahasiswa
masih kurang bisa mengatur waktunya dengan baik. Masih ada anggota kelompok
yang tidak online secara bersamaan di waktu yang ditentukan. Sistim kerja
kelompok juga belum efektif, karena lebih sering ada pembagian tugas ke anggota
kelompok lalu mereka mengerjakan bagian tugasnya sendiri-sendiri untuk kemudian
digabungkan menjadi satu.
Hal positif
lainnya adalah mereka lebih aktif berdiskusi dalam meeting online ini. Mereka
lebih leluasa mengeluarkan pendapatnya, daripada di dalam kelas dan dosen
meminta mereka untuk berdiskusi. Konsep ini sudah dirancang dari semula untuk
memberikan penekanan pada mahasiswa, bahwa aspek social dalam pembelajaran
mandiri itu juga penting. Belajar dalam kelompok adalah cara terbaik untuk
sistim pembelajaran mandiri dengan melibatkan aspek social.
Sebagai
perbaikan adalah perlunya sistim pengaturan kontak, tugas pengujian dan umpan
balik yang sedemikian rupa sehingga interaksi kelompok bisa dilakukan dengan
optimal walau dalam sistim online. Pengamatan ini dilakukan juga bukan untuk
membuat mahasiswa semakin sendirian/individualistic dalam proses belajarnya dan
lebih menyukai pertemuan secara maya. Melainkan memberikan cara baru yang bisa
mendukung proses pembelajaran mandirinya dengan menekankan pada aspek social
dan pengembangan ketrampilan manajemen diri.